Berbincang tentang bintang jatuh di kejauhan
Mengenangkan perjalanan para leluhur yang dikalahkan akal budi yang diselewengkan siasat terburuk seperti merentangkan setiap helai rambut di sepanjang jalan hingga tiba di tempat yang mereka sebut akhir tujuan perjalanan. Akhir itulah yang menjadi awal perjalanan setelah kehilangan segalanya termasuk juga harga diri yang murah semurah-murahnya hingga elang burung suci itu pun memalingkan mukanya ketika ayat-ayat dan doa-doa dinaikkan agar perjalanan benar-benar berakhir di tanah harapan. Tanah menyaksikan bintang-bintang berjatuhan lalu harapan diudarakan dan tak jua berjawab hingga hari berganti dan luka menjadi sarang darah nanah dan belatung berjatuhan menggantikan mantra-mantra yang tak lagi punya tempat berpijak kecuali menadahkan tempayan menampung semua airmata yang tak kuasa bertahan
Berbincang tentang terbit pelangi di balik bumi berujung
Di ujung pelangi itulah bongkahan emas menanti disetubuhi menjadikannya perhiasan berharga menghiasai paras hingga ujung jari yang retak diretakkan godam mereka yang mengirimkan berbungkus-bungkus airmata hingga menerbitkan tangis. Lunglai jiwa lunglai hati ketika menjadikan airmata bekal perjalanan menuju harapan kematian tapi tak jua kunjung berhenti atau menjenguk sesekali apalagi menyapa dengan tulus hati. Tak guna berharap pada pelangi ketika hanya tangis yang bisa dijadikan buah tangan yang garis-garisnya tak lagi beraturan membentuk kisah nasib perjodohan dan rejeki tapi hanya membentuk jalan menuju kematian yang datang diam-diam sambil menunggu kapan waktu tepat untuk berkunjung
Berbincang tentang jalan airmata yang menenggelamkan segala
Tulus hati tak pernah tiba ketika mesiu menundukkan perlawanan panah tombak parang sumpit bengkok membengkokkan hati jauh sasaran meleset melesatkan sejarah jauh ke pinggiran dan menjadikannya bunga tidur dan dongeng tak berkesudahan. Di tanah inilah kami berdiri menyanyikan kidung malam sambil merindukan lolong serigala beruang dan lesatan burung elang di angkasa yang berbalas hujan airmata membasahi kerontang tanah yang dulu mendekap dalam hangat mimpi. Berhelai-helai bulu burung elang berjatuhan tapi tak sehelai pun berhenti dalam dekap tangan semuanya bertebaran naik memenuhi langit kemudian menghilang padahal untuk sembuhkan semua luka ini hanya perlu sehelai. Elang menitikkan airmata melihat seluruh helai bulunya dihumbalangkan angin. Merenangi airmata tenggelam dalam kedalamannya menuju dasar terdalam mencari kuburan masing-masing linglung di pekuburan tak bernisan
(Quawpaw, Oklahoma, Juli 2010)