Friday, June 27, 2008

Adaro?


Oleh : Budi Kurniawan (Aktivis Journalist and Writer Forum of Borneo. E-mail: budibanjar@yahoo.com)

Sedianya Initial Public Offering (IPO) PT Adaro Energy akan berlangsung pada 24-27 Juni 2008 ini. Namun penawaran saham perdana dengan nilai emisi yang ditargetkan sebesar Rp12,3 triliun dan akan menjadi rekor baru hasil IPO terbesar di pasar modal Indonesia itu dipastikan batal dilakukan. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) belum bisa memutuskan apakan akah memberikan pernyataan efektif terhadap Adaro atau tidak. Bapepam-LK memutuskan untuk terus mengkaji semua dokumen yang berhubungan dengan rencana IPO PT Adaro Energy.

Pengkajian ini sesungguhnya adalah hal yang wajar dilakukan pra IPO. Karena jika pada pra IPO persoalan-persoalan membelit, informasi yang diberikan dalam prospektus berkabut, dan kemungkinan adanya transfer pricing atau insider trading, maka bukan hanya otoritas pasar modal yang akan mendapat masalah, tetapi juga para investor baik yang spekulan maupun yang berinvestasi dengan spektrum jangka panjang akan dirugikan.

Semua ini akan berujung pada kian bopengnya wajah pasar modal Indonesia di mata pasar modal dunia, dan sulitnya mengharapkan pergerakan pasar modal yang akan berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi dan ekspansi para pemodal besar di lantai bursa. Hal ini penulis temui ketika menelusuri sebuah praktik insider trading di lantai bursa untuk sebuah rubrik ekonomi di sebuah majalah berita mingguan di Jakarta. Yang hasilnya sungguh mengejutkan karena ternyata pelaku pasar modal punya segudang cara untuk mengelabui dan meniti buih berbagai instrumen perundang-undangan untuk keuntungan dirinya sendiri tanpa berpikir semua langkahnya berdampak buruk bagi perekonomian nasional.

Apalagi hingga kini di pasar modal Indonesia, hanya ada beberapa saham yang menjadi blue chips (Telkom, Aneka Tambang, Indosat, dan Sampoerna). Selain saham-saham ini, saham yang lain tak lebih dari sekadar penggembira di pasar modal.

Memang saham Adaro belum tentu akan menjadi blue chips di lantai bursa. Tetapi jika melihat performance perusahaan ini, hal itu tak mustahil terjadi. Selain porsi saham yang akan dilepas perusahaan ini melalui IPO yang mencapai 35%, Adaro juga adalah perusahaan coal mine terbesar kedua di Indonesia setelah Kaltim Prima Coal yang usahanya terintegrasi dari unit usaha strategis pertambangan dan perdagangan batu bara, jasa penambangan, infrastruktur dan logistik batu bara.

Adaro Energy melalui anak perusahaannya Adaro Indonesia, juga merupakan produsen tambang batu bara tunggal terbuka terbesar di belahan dunia bagian selatan. Operasional pertambangan Adaro Energy merupakan pertambangan batubara terbuka (surface open-cut mining) dari wilayah pertambangannya yang berlokasi di Kalimantan Selatan, yang hak pengelolaannya berlangsung hingga tahun 2022. Cadangan proven reserve di wilayah pertambangan Adaro Energy melalui anak perusahaannya diperkirakan sebesar 876 juta ton, dengan resource diperkirakan sebesar 2.803 juta ton.

Total luas seluruh wilayah pertambangan Adaro Energy saat ini adalah seluas kurang lebih 34.940 hektar dengan kapasitas produksi Adaro saat ini mencapai 40 juta ton per tahun dan mereka berencana untuk meningkatkan kapasitas produksinya hingga mencapai 80 juta ton dalam jangka waktu lima tahun ke depan.

Namun semua prospek cerah itu untuk sementara harus terhenti. Karena semenjak Adaro Energy akan melakukan IPO, gugatan dari berbagai pihak bermunculan, seperti masih adanya sengketa kepemilikan saham Adaro Indonesia dengan Deutsche Bank dan Beckett Pte Ltd. Kalangan politisi di Senayan pun mencoba menjegal IPO itu dengan mengajukan hak angket –walaupun gagal. Kalangan politisi sangat beralasan untuk mengajukan hak angket. Karena jika transfer pricing terjadi, maka pendapatan Negara dari pajak yang dikenakan pada laba Adaro jumlahnya akan sangat kecil –hal ini dibantah Adaro.

Itu yang terjadi pada makro ekonomi dan sudut pandang Jakarta. Lalu apa dampak penundaan IPO yang menjadi hot issue di pasar modal itu bagi kita di Kalsel yang menjadi sebagian besar lokasi aktifitas penambangan yang dilakukan Adaro Energy melalui anak perusahaannya Adaro Indonesia?

Dengan hak pengelolaan hingga tahun 2022, aktifitas Adaro pastilah berdampak luar biasa bagi masyarakat Kalsel baik yang berada di sekitar lokasi penambangan maupun tidak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Berbagai konflik antara masyarakat dan Adaro terjadi berulang-ulang dengan pola yang tak jauh berbeda. Koran ini dan Walhi Kalsel misalnya mencatat persoalan masyarakat versus Adaro itu terjadi pada soal ganti rugi lahan; limbah dan debu batu bara yang mengganggu kesehatan, tidak diberikannya lapangan pekerjaan bagi warga –jika pun ada, itu hanya sekadar pekerjaan “ecek-ecek””--; rusaknya tatanan sosial, ekonomi tradisional masyarakat, dan perubahan pada pendewaan materi; dan reklamasi.

Parahnya otoritas daerah tak banyak melihat semua itu sebagai ancaman bagi keberlangsungan hidup di masa datang. Mereka lebih sering terlibat dalam polemik soal besar kecilnya “sumbangan” Adaro pada pendapatan daerah. Dan pada umumnya mereka terkesan puas dengan “budi baik” dan program corporate social respinsibility (CSR) Adaro.

Mungkin masih ada harapan jika IPO berlangsung sehingga kepemilikan publik terhadap saham Adaro menjadi lebih besar dan berdampak pada transparansi pengelolaan dan produksi kebijakan yang berdampak pada kemaslahatan khalayak Kalsel. Tapi jika tidak bagaimana?

5 comments:

Untitled Ever After said...

well, tumben loe nulis soal hal2 yg g tematik "serius" ky biasanya..hehehehe

Anonymous said...

ini hanya sebagian rentang panjang tulisan2 gw. Tujuh tahun gw menulis soal ekonomi di berbagai media. Tq.

JALIN [Jaringan LSM untuk Indonesia] said...

Kami sangat prihatin pasar modal dijadikan permainan oleh segelintir orang untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Komunitas bursa saham kita telah dinodai oleh emiten penumpang gelap yang menghalalkan berbagai cara : termasuk memobilisasi “investor” abal-abal yang berasal dari jalanan, didandani dengan dasi dan jas biar mirip investor betulan dalam antre pemesanan formulir saham PT Adaro Energy Tbk. Mengapa Bapepam-LK tutup mata dan tutup telinga melihat realita ini ? [Yohan Putera Soemarna, menyampaikan terima kasih jika berkenan mengunjungi blog kami]

Unknown said...

Bujur ujar ikam dampaknya banyak banar nang kada bagus. mulai dari lingkungan sosial Dll. tapi jaman sekarang duit nang berkuasa. jadi kita urang banua malumu tunjuk ha lagi gawian

Best Regard
Dimiati

Budi Kurniawan said...

Negeriku negeri para penipu....