Monday, October 13, 2008

Jalan Bersimpang Polisi Kita


Oleh: Budi Kurniawan (Wartawan)

Tangannya melambai. Pengendara sepeda motor berhenti di sebuah pinggiran jalan di kawasan Mampang, Jakarta Selatan, siang itu. Dialog singkat terjadi antara seorang polisi dengan pengendara motor itu. Lalu beberapa lembar uang pun berpindah tangan.
Apa yang terjadi di Mampang, bukanlah hal baru kala melihat mitra (?) Kapolisian Negara Republik Indonesia (polisi) dan masyarakat. Karena dari sudut mana pun kita berupaya memotret tampilan polisi di Indonesia, hasilnya tidak pernah memberi kepuasan, baik sebagai objek pengabdian institusi Polri maupun selaku target pelayanan (anggota Polri).

Namun untuk mewujudkan polisi yang ideal –dalam melayani dan melindungi masyarakat--, maka upaya membangun Polri sesungguhnya tidak sekadar menjadi tanggungjawab pemerintah, tetapi juga masyarakat yang menjadi mitra institusi ini. Ekspektasi yang tinggi terhadap institusi dan anggota Polri tidak akan bermakna apa-apa, jika hal-hal yang mendasar yang menyangkut mereka tidak ditangani secara professional dan bebas dari berbagai kepentingan politik –juga ekonomi.

Jika membaca upaya pemerintah dan masyarakat membangun Polri menjadi professional, bersih, dan berwibawa, kita perlu merujuk kepada proses penyempurnaan (perubahan) instrumen perundang-undangan yang melandasi eksistensi Polri.

Di antaranya, Perubahan Kedua UUD 1945 (Pasal 30 Ayat 4 dan 5), Undang-Undang 13/1960 tentang Kepolisian Negara, UU 28/1997 tentang Kepolisian Negara RI, dan Instruksi Presiden Nomor 2/1999 tentang Langkah Kebijakan dalam Rangka Pemisahan Polri dari ABRI. Keppres Nomor 89/2000 tentang Kedudukan Polri (di dalamnya dinyatakan Polri berkedudukan langsung di bawah Presiden), TAP MPR No VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri, TAP MPR No VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri, serta UU 2/ 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Sayangnya penyempurnaan dan perubahan pada aspek hokum yang bertujuan untuk membentuk polisi yang baik itu berhadapan dengan imej masyarakat yang didominasi buruk sangka, stereotip negatif, introverse individual dan kelompok terhadap polisi. Karena itu, apapun yang dilakukan –termasuk penyempurnaan instrumen perundang-undangan- di mata masyarakat polisi selalu ditempatkan pada posisi yang buruk.

Masyarakat rupanya lupa bahwa posisi buruk dan ekspektasi yang tinggi yang mereka berikan pada polisi sesungguhnya berbanding terbalik dengan kondisi riil polisi itu sendiri. Dari sisi rasio polisi-warga masyarakat di Indonesia (1:1.200) sesungguhnya menunjukkan ketidakseimbangan antara pelayanan dan sumber daya yang dimiliki polisi. Apalagi jika dibandingkan dengan negara lain (Brunei Darussalam 1:200, Hong Kong 1:220, Singapura 1:250, Malaysia 1:400, Jepang 1:400, Filipina 1:500, Thailand 1:550, Korea Selatan 1:563, Vietnam 1:650, Kamboja dan India 1:700, dan China 1:750. Padahal menurut PBB, rasio polisi:warga masyarakat yang ideal adalah 1:500.

Bukan hanya rasio polisi-Buruknya rasio polisi-masyarakat yang tak menggembirakan. Kualitas kesejahteraan anggota Polri pun jauh dari tingkat kesejahteraan polisi di negara-negara lain. Gaji polisi di Indonesia pangkat terendah, nol tahun pengalaman kerja, berbeda jauh sekali jika dibandingkan dengan gaji karyawan Bank di Indonesia (golongan terendah). Gaji yang diterima polisi berpangkat terendah dan nol tahun pengalaman kerja sebesar 26% dari gaji karyawan bank di Indonesia golongan terendah.

Karena itu PBB menempatkan kesejahteraan angota Polri adalah yang terendah di Asia. Gaji polisi pangkat terendah dan nol tahun pengalaman kerja dibandingkan dengan karyawan bank golongan terendah di negara masing-masing adalah 26%. Sedangkan gaji polisi Vietnam 35%, Thailand 58,1%, Malaysia 95,9%, Singapura 109%, Jepang 113,2% dan Hong Kong 182,7%.

Parahnya Peraturan Pemerintah Nomor 12/2007 tentang Peraturan Gaji Anggota Polri pun tidak banyak menjawab dan memberi perbaikan kesejahteraan bagi polisi. Karena itu, tak ada jalan lain membuat polisi lebih sejahtera, pemerintah wajib selalu mengkaji ulang dan mengubah kebijakannya berdasarkan perubahan indikator kebutuhan hidup. Jika tidak maka, polisi di Mampang akan selalu melambaikan tangan dan menerima uang yang diberikan sang pengendara motor.

No comments: