Wednesday, October 31, 2007
Meneliti Singer dan Palaku, 2 Putra Kalteng Raih Doktor
Malang – Walau mulai tergerus zaman akibat perubahan sosial, sebagai perangkat hukum pada masyarakat Dayak Ngaju, Singer (denda adat) hingga kini masih relevan dan berperan penting untuk menyeimbangkan dan melestarikan adat. Sengketa yang terjadi dalam masyarakat Dayak Ngaju sebaiknya diselesaikan dengan penegakan hukum adat berupa pemberian sanksi berupa Singer dengan jipen dalam jumlah tertentu. Sayangnya, peran Damang sebagai pemuka adat dalam penegakan Singer masih kurang maksimal.
Hal ini disampaikan dosen Universitas Palangkaraya H Suriansyah Murhaini SH MH dalam disertasi doktornya berjudul “Singer Bagi Masyarakat Dayak Ngaju di Tengah Perubahan Sosial di Kecamatan Katingan Tengah, Kabupaten Katingan” di Universitas Merdeka Malang, yang diuji dalam Sidang Terbuka Program Pasca Sarjana Universitas Merdeka Malang, Sabtu (27/10). Prof H Samsul Wahidin SH MS bertindak selaku promotor dan DR I Made Weni SH MS menjadi ko promotor. Sebanyak 11 Profesor dan Doktor dari Unmer Malang, Perguruan Tinggi Swasta dan Negeri, menjadi penguji disertasi tersebut.
Dalam paparannya H Suriansyah Murhaini SH MH, kelahiran Tumbang Samba, Kabupaten Katingan itu, menyatakan dari 15 jenis Singer Perkawinan yang terbagi dalam banyak pasal, kini tidak seluruhnya lagi berlaku dan memiliki kekuatan hukum. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan sikap dan pola pikir masyarakat yang bersifat irasional menjadi rasional, pembanding budaya yang menyebabkan budaya lama ditinggalkan, terjadinya pertukaran sosial budaya perseorangan dan kelompok, dan adanya penerapan aturan perudang-undangan oleh pemerintah yang memiliki kekuatan, sanksi, dan perangkat hukum yang lebih kuat.
Dalam uji disertasi yang dihadiri para civitas akademika Unmer Malang itu, para penguji mengajukan banyak pertanyaan seperti apakah Singer masih relevan dalam kehidupan suku Dayak Ngaju yang kian terbuka, bagaimana prospek Singer di masa depan, apakah Singer yang merupakan produk adat dan salah satu aturan dalam agama Kaharingan tidak tergeser dan bergesekan dengan ajaran-ajaran yang dibawa agama-agama baru.
Dengan lancar H Suriansyah Murhaini SH MH menyatakan walau Singer terus didera perubahan sosial, sesungguhnya ia masih relevan dalam menegakkan hukum adat dan menjaga hubungan baik antar masyarakat. Setelah melalui ujian yang berlangsung hampir dua jam itu, para penguji sepakat memutuskan H Suriansyah Murhaini SH MH lulus dengan predikat sangat memuaskan.
Palaku Bergeser
Sementara itu Drs Eddy MPd dalam disertasinya berjudul “Palaku Masyarakat Dayak dalam Perubahan Sosial di Kabupaten Gunung Mas” yang juga diuji di Universitas Merdeka Malang dengan promotor Prof DR Samsul Wahidin SH MS dan ko promotor Prof DR H Agus Solahuddin MS ini menyatakan telah terjadi pergeseran dalam hal Palaku dalam masyarakat. Berbagai simbol Palaku seperti gong kini berubah menjadi emas, perhiasan, dan barang berharga lainnya.
Selain itu masyarakat Dayak Ngaju juga kini menjadi jauh lebih terbuka di tengah perubahan sosial, perkawinan tidak hanya bersifat endogami tapi juga eksogami. “Ini menunjukkan fleksibilitas dan terbukan masyarakat Dayak Ngaju terhadap perubahan sosial. Perkawinan eksogami menunjukkan bahwa masyarakat Dayak Ngaju telah terbuka dan mengenal sikap egalitarian,” kata Eddy.
Faktor-faktor perubahan menurut promovendus dilatar belakangi oleh reaksi terhadap adat kebiasaan yang sebelumnya terkungkung hanya dalam lingkup satu suku, kemajuan tingkat pendidikan, dan pemahaman nilai agama, yang mengajarkan kesetaraan.
Menurut Samsul Wahidin diraihnya gelar Doktor oleh dua putra Kalteng yang meneliti adat dan budaya Dayak Ngaju ini membuka banyak kesempatan untuk kajian-kajian berikutnya yang berguna bagi kehidupan bangsa yang menjaga kearifan-kearifan lokal.
Sementara menurut Rektor Unmer DR Kridawati Sadhana, kedua dosen Unpar yang meraih gelar Doktor ini adalah Doktor ke-17 dan 18 di bidang Ilmu Sosial yang lulus dari Unmer Malang.
Predikat Pemenggal Kepala
Dalam pidato yang menjadi bagian akhir uji disertasi, Profesor H Samsul Wahidin SH MS menyatakan sesungguhnya pendekatan budaya akhir-akhir ini menduduki tempat penting dalam menyelesaikan permasalahan sosial. Akar budaya berupa kearifan lokal menjadi satu keniscayaan searah dengan desentralisasi di berbagai aspek kehidupan. Tidak saja dalam maknanya yang formal dalam arti birokrasi pemerintahan, namun lebih dari itu secara substansial juga memberikan makna lebih mendalam dan konkret kepada penyelesaian konflik secara arif, santun, dan cerdas.
Singer menurut Samsul Wahidin memberi makna dalam penyelesaian konflik adat memberi nuansa damai dan sejuk serta dapat diterima semua pihak dalam masyarakat Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah. Secara khusus Samsul menegaskan stigma bahwa orang Dayak suka memenggal kepala manusia pada masa lalu sengaja diciptkan penjajah Belanda untuk memprimitifkan orang dan memecah belah bangsa.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment